Kamis, 16 Juni 2011

Piagam 'Kejujuran'. tepatkah?

baru baru ini kita melihat lanjutan parodi Pelaporan Contek Massal di sebuah Sekolah Dasar.
sebuah stasiun TV swasta yang menayangkan berita itu, melontarkan pertanyaan "Apa Salah?"
jawabannya tentu tidak. namun inilah potret negeri ini.

memang, alasan yang di kemukakan sangat bagus. pelapor tak ingin anaknya tumbuh dewasa dengan ketidakjujuran yang menyertai, juga kecewa karena hal ini sudah ditanam pada anak SD, katanya, mau jadi apa negeri ini? namun anehnya, anak pelapor kan yang jadi sumber contekan, bukan yang mencontek. seharusnya bangga dong, anaknya jadi sumber contekan, berarti kepintarannya di akui juga bisa di andalkan. namun di sisi lain, mencontek memang tidaklah bagus, mencerminkan jiwa yang patut dipertanyakan lagi keimanannya, bukankah salah satu rukun Iman itu, Iman kepada Allah, juga Iman kepada Malaikat malaikat Allah. yah, idealisnya sih seperti itu, makanya tak jarang yang mengubah nama saling mencontek menjadi saling bekerja sama, saling bergotong royong yang bisa saja di sebut salah satu pengamalan Pancasila.

kembali ke Parodi yang lagi hangat hangatnya di perbincangkan sebuah stasiun TV milik salah satu birokrat. rasanya tak adil jika lagi lagi Kepala Sekolah serta Guru sekolah itu yang hanya menjadi tumbal dari inti dari Parodi ini. seharusnya di telisik kenapa para pahlawan tanpa tanda jasa ini melegalkan atau mengkondisikan terjadinya contek massal itu. yang akhirnya bermuara pada UN.

tak ada yang salah sebenarnya dengan UN. sebuah usaha untuk mencerdaskan anak bangsa. namun, UN yang disertai angka minimal kelulusan sekian, rupaya telah membuat beberapa sekolah sekolah dilanda ketakutan. mereka takut siswanya ada yang tidak lulus, bahkan 100% tidak lulus. jika sebuah sekolah mengalami hal itu, bisa jadi tak ada lagi orangtua yang menyekolahkan anaknya di sekolah itu, lha wong siswa siswanya aja enggak lulus UN. Alhasil, sekolah akan sepi pendaftar, pendapatan pun berkurang, begitu juga pasokan gaji untuk guru guru honorer. ada juga yang takut kehilangan nama besar jika salah satu siswanya ada yang tidak lulus. ada juga ketakutan ketakutan yang di alami sekolah sekolah yang memiliki ekspektasi yang cukup tinggi dari masyarakat sekitar. bisa bisa sekolah di amuk warga karena anak anaknya tidak lulus UN.

saya jadi teringat kata guru saya semasa SD. menjadi guru itu memang sudah nasip nya seperti ini, ketika sang siswa nakal dan berulah, yang di salahkan pasti gurunya, atau paling tidak kepala sekolahnya pun ikut ikutan Katempuhan Buntut Maung. namun, ketika sang anak berprestasi, justru yang diungkit ungkit malah keduaorangtuanya. hah.. nasiip jadi guru..

Back to Topic..
ketakutan ketakutan di atas, bisa jadi yang menjadi salah satu faktor sebuah sekolah melegalkan praktik contek massal. atau penghalalan segala cara agar siswa siswanya lulus UN. lantas kenapa ketakutan ketakutan seperti itu bisa muncul? salah satunya karena ketidak merataannya fasilitas yang mendukung pendidikan di negeri ini. baik itu fasilitas pendidikannya, fasilitas transportasi, maupun fasilitas kesehatan.

jika Piagam 'Kejujuran' itu sudah tepat di berikan. sepertinya itu hanya berlebihan saja adanya. masih banyak di negeri ini yang memiliki sifat Jujur yang tak sekedar dihargai dengan sebuah piagam.

jika Piagam 'Kejujuran' itu sudah tepat di berikan. nampaknya dalam waktu dekat ini, saya pun akan mendapatkan Piagam itu, malah jumlahnya lebih dari satu!
Haha...

Cag!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar