Minggu, 26 Juni 2011

satu pertanyaan, Untuk Apa..?

Alkisah, seorang anak bertanya,
"untuk apa belajar?"
dari Guru gurunya, dan keluarga beserta ibu bapaknya, anak mendapat jawaban,
"agar nanti bekerja di tempat yang bagus dan nyaman.."
"untuk apa bekerja?"
keluarga dan kerabat menjawab, "agar mendapat gaji atau uang yang banyak.."
"untuk apa uang yang banyak?"
"untuk meraih kekayaan.."
"untuk apa kekayaan?" anak itu bertanya lagi.
"untuk mencapai kesenangan dan ketentraman nak.."

seperti apakan ending dari cerita di atas? apa si anak akan giat belajar atau malah memilih jalan pintas.
memang ada beberapa kemungkinan.
pertama, si anak menelan bulat bulat paradigma yang di sodorkan, sehingga ia pun giat belajar, tekun dan ulet dalam bekerja, sehingga mendapatkan uang yang banyak akhirnya menjadi kaya, dan hidupnya senang, tentram terjamin.
dari kemungkinan pertama, muncul juga kemungkinan lain, si anak yang memiliki mind'set seperti itu, bukan tak mungkin akan frustasi jika salah satu jawaban di atas ada yang tidak ia capai.

kemungkinan lainnya, si anak memilih jalan pintas, dan sepertinya hal ini yang sering terjadi di Indonesia, mungkin karena saking cerdasnya, maka si anak mengambil kesimpulan, belajar itu ujung ujungnya untuk kesenangan.
ada baiknya juga berkesimpulan demikian jika menjadikan belajar itu menyenangkan.
namun, sebagian besar mengartikan jika belajar itu ujung ujungnya untuk menggapai kesenangan, ketentraman dll. maka untuk apa susah susah bekerja, lantas mulai terpikir untuk apa susah susah belajar, toh gak belajar pun hidup udah happy, asal ada uang semua tak masalah.

ditambah mental yang ingin serba instan, nampaknya pengertian yang terakhir yang cukup banya teraplikasi di negeri ini.
mungkin ini juga yang menyebabkan beberapa pemuda harapan bangsa, memilih jatuh ke curam bernama Narkoba, Free Seks, Pergaulan Bebas, dll.

ada yang salah? apa paradigma di atas yang semakin lumrah di tanamkan itu salah?
insya Allah, semua itu tak akan terjadi, jika si anak mampu memaksimalkan kecerdasan Spritualnya, menggunakan sebuah bagian dari otak yang bernama God Spot.

kecerdasan intelektual, haruslah di dukung oleh kecerdasan emosional, dan keduanya akan sia sia jika tidak diikuti oleh kecerdasan spiritual.
namun, saya tak akan membahas ketiga kecerdasan itu, karena esensi dari artikel ini, kembali ke judul, untuk apa.
untuk apa kita hidup di duni ini?

tak ada,
kecuali, untuk beribadah kepada Allah.

mari kita bertanya kepada diri kita sendiri,
untuk apa kita melakukan hal ini, untuk apa kita melakukan hal itu..
sedang tiada lagi alasan bagi kita untuk melakukan apapun di dunia ini, keculai hanya untuk beribadah kepada Allah.

So, mari niatkan dalam hati dengan penuh keyakinan, segala galanya, mari niatkan hanya karena Allah, untuk beribadah kepadaNya.

semoga bermanfaat,

Jumat, 17 Juni 2011

kondisi Impas bagi Wasit Indonesia..

dari sejak kecil mengenal sepakbola, selama itulah telinga saya mulai akrab dengan teriakan 'wasit goblog'.. sebuah luapan kekecewaan atas kepemimpinan wasit di lapangan yang di nilai berat sebelah.
merasa pemain kesayangan di langgar, namun pemain yang melanggar hanya mendapatkan peringatan, atau yang seharusnya diberi kartu merah hanya diberi kartu kuning, atau bahkan di diamkan saja oleh wasit.

kasus lainnya seperti penganuliran gol, tentu masih ingat gol Inggris yang dianulir pada laga di Piala Dunia kemarin. atau baru baru ini, atau tepatnya malam kemarin, dianulirnya gol Persib yang dicetak Cristian Gonzalez yang mendapat umpan matang dari Atep yang berada di depannya. gol ini di anulir karena hakim garis menganggap Gonzalez offside, padahal dari tayangan ulang di TV, jelas posisi Gonzalez memang berada di belakang pemain belakang terakhir Persela, namun Gonzalez mendapat umpan dari depan. dan tentu saja dengan demikian Gonzalez Onside.

sebenarnya, jiga di telisik kembali, fenomena wasit di Indonesia yang seperti itu hampir mirip dengan fenomena keterlambatan Kereta Api di indonesia, seperti yang pernah penulis singgung di Akar Keterlambatan Kereta Api , yakni karena sebuah kereta Api bisnis atau eksetkutif mengalami keterlambatan, maka kereta kereta lainnya pun ikut terlambat, termasuk kereta ekonomi. karena jalurnya di ambil oleh kereta api yang terlambat.

lalu, apa yang sebenarnya terjadi dengan wasit Indonesia yang terkadang seringkali tak hanya merugikan kesebelasan tamu, juga kesebelasan tuan rumah pun terkadang juga ikut dirugikan dengan kepemimpinan wasit.

dalam literatur, kita mengenal istilah Impas.
ketika seseorang memiliki hutang, kemudian hutang itu terbayarkan, bisa di sebut hutangnya impas atau lunas.
ketika seseorang melakukan kebaikan atau kesalahan kepada kita, kemudian kita pun membalas. bisa di sebut kebaikan atau kesalahan yang dilakukan seseorang itu sudah impas.

nah, sepertinya keadaan Impas seperti ini lah yang dicari para wasit Indonesia yang nyeleneh (yang selanjutnya kita sebut WIYN). merasa sadar jika merugikan kesebelasan tuan rumah akan menyulut emosi pendukung tuan rumah yang bukan tak mungkin akan mengancam keselamatan. WIYN yang juga sadar baru saja memutuskan keputusan yang merugikan tuan rumah, maka akan mencari kondisi impas, agar kesalahannya terampuni. dengan cara di sebuah situasi WIYN mengeluarkan keputusan yang menguntungkan kesebelasan tuan Rumah. yang bisa saja keputusan itu justru merugikan kesebelasan tamu. dan lagi lagi untuk mencapai kondisi impas WIYN di sebuah situasi lagi, mengeluarkan keputusan yang menguntungkan kesebelasan tamu, yang bisa saja keputusan itu justru merugikan kesebelasan Tuan Rumah, nah agar mencapai kondisi impas lagi WIYN melakukan hal yang sama secara berkelanjutan sampai selesainya pertandingan.

bingung?
contoh realnya mungkin seperti ini,
pada pertandingan semalam antara tuan rumah Persib vs tamu, Persela.
wasit menganulir gol Gonzalez yang dianggap offside, padahal dari siarang ulang jelas nyata posisi Gonzalez onside.
jika hipotesa di atas benar adanya, maka untuk mencapai kondisi impas, wasitpun memberikan tendangan bebas untuk Persib saat Siswanto bergesekan dengan seorang pemain Persela sampai keduanya berjatuhan dekat kotak pinalti Persib. padahal saat itu penulis yakin, hati bobotoh sudah kebat kebit, khawatir wasit memberikan pelanggaran itu kepada Persela atau bahkan menunjuk titik putih yang berarti pinalti bagi Persela.

Kamis, 16 Juni 2011

Piagam 'Kejujuran'. tepatkah?

baru baru ini kita melihat lanjutan parodi Pelaporan Contek Massal di sebuah Sekolah Dasar.
sebuah stasiun TV swasta yang menayangkan berita itu, melontarkan pertanyaan "Apa Salah?"
jawabannya tentu tidak. namun inilah potret negeri ini.

memang, alasan yang di kemukakan sangat bagus. pelapor tak ingin anaknya tumbuh dewasa dengan ketidakjujuran yang menyertai, juga kecewa karena hal ini sudah ditanam pada anak SD, katanya, mau jadi apa negeri ini? namun anehnya, anak pelapor kan yang jadi sumber contekan, bukan yang mencontek. seharusnya bangga dong, anaknya jadi sumber contekan, berarti kepintarannya di akui juga bisa di andalkan. namun di sisi lain, mencontek memang tidaklah bagus, mencerminkan jiwa yang patut dipertanyakan lagi keimanannya, bukankah salah satu rukun Iman itu, Iman kepada Allah, juga Iman kepada Malaikat malaikat Allah. yah, idealisnya sih seperti itu, makanya tak jarang yang mengubah nama saling mencontek menjadi saling bekerja sama, saling bergotong royong yang bisa saja di sebut salah satu pengamalan Pancasila.

kembali ke Parodi yang lagi hangat hangatnya di perbincangkan sebuah stasiun TV milik salah satu birokrat. rasanya tak adil jika lagi lagi Kepala Sekolah serta Guru sekolah itu yang hanya menjadi tumbal dari inti dari Parodi ini. seharusnya di telisik kenapa para pahlawan tanpa tanda jasa ini melegalkan atau mengkondisikan terjadinya contek massal itu. yang akhirnya bermuara pada UN.

tak ada yang salah sebenarnya dengan UN. sebuah usaha untuk mencerdaskan anak bangsa. namun, UN yang disertai angka minimal kelulusan sekian, rupaya telah membuat beberapa sekolah sekolah dilanda ketakutan. mereka takut siswanya ada yang tidak lulus, bahkan 100% tidak lulus. jika sebuah sekolah mengalami hal itu, bisa jadi tak ada lagi orangtua yang menyekolahkan anaknya di sekolah itu, lha wong siswa siswanya aja enggak lulus UN. Alhasil, sekolah akan sepi pendaftar, pendapatan pun berkurang, begitu juga pasokan gaji untuk guru guru honorer. ada juga yang takut kehilangan nama besar jika salah satu siswanya ada yang tidak lulus. ada juga ketakutan ketakutan yang di alami sekolah sekolah yang memiliki ekspektasi yang cukup tinggi dari masyarakat sekitar. bisa bisa sekolah di amuk warga karena anak anaknya tidak lulus UN.

saya jadi teringat kata guru saya semasa SD. menjadi guru itu memang sudah nasip nya seperti ini, ketika sang siswa nakal dan berulah, yang di salahkan pasti gurunya, atau paling tidak kepala sekolahnya pun ikut ikutan Katempuhan Buntut Maung. namun, ketika sang anak berprestasi, justru yang diungkit ungkit malah keduaorangtuanya. hah.. nasiip jadi guru..

Back to Topic..
ketakutan ketakutan di atas, bisa jadi yang menjadi salah satu faktor sebuah sekolah melegalkan praktik contek massal. atau penghalalan segala cara agar siswa siswanya lulus UN. lantas kenapa ketakutan ketakutan seperti itu bisa muncul? salah satunya karena ketidak merataannya fasilitas yang mendukung pendidikan di negeri ini. baik itu fasilitas pendidikannya, fasilitas transportasi, maupun fasilitas kesehatan.

jika Piagam 'Kejujuran' itu sudah tepat di berikan. sepertinya itu hanya berlebihan saja adanya. masih banyak di negeri ini yang memiliki sifat Jujur yang tak sekedar dihargai dengan sebuah piagam.

jika Piagam 'Kejujuran' itu sudah tepat di berikan. nampaknya dalam waktu dekat ini, saya pun akan mendapatkan Piagam itu, malah jumlahnya lebih dari satu!
Haha...

Cag!

Senin, 13 Juni 2011

Tak Sebatas Kata Kata


Indahnya melebihi pelangi
Nikmatnya melebihi Duniawi

Manisnya mengalahkan madu
Ceritanya mengalun rindu

Suka berganti tawa
Duka berhias canda

Pahit sepahit gula
Manis pun semanis gula

Beda tanda indah
Tak sama, itu hadiah

Slamanya tak kan terpisah
Walau ajal datang memisah
Tetap terasa sampai jumpa Allah

Permen susu, Karaos, Amis

tadi siang, seperti biasa dalam KRDE Bandung Raya para pedagang asongan ramai menjajakan barang dagangannya masing masing. termasuk seorang ibu ibu yang sudah cukup berumur, dengan kerudung khas ibu ibu.

dari kejauhan ibu ibu itu berteriak, "Permen susu..! Karaos amis..!" saat ibu itu menawarkan barang dagangannya ke seorang ibu ibu di depanku, baru ku ketahui jika ibu ibu itu tak hanya dagang Permen Susu. tapi juga Kaos.
Jadi, Ibu ibu itu, mempromosikan Permen susu yang karaos amis (terasa manis) juga kaos dengan kata karaos (bhs Sunda, Kaos di rajek tengah ar)
"Permen susu.." seru ibu itu seraya mengasongkan sebungkus permen susu, dan "Karaos.." serunya lagi seraya mengasongkan sebuah kaos yang masih dalam plastik di tangan kirinya.

coba kalau si Ibu tadi juga menjual Asem. pasti teriakannya jadi "Permen Susu Karaos Asem.." bisa saja dan bisa jadi  dengan teriakan itu, orang orang akan lebih tertarik lagi untuk membeli, ya setidaknya untuk melihat barang dagangannya.

seperti yang terjadi dalam sebuah cerita fiksi dalam sebuah buku "2012an, Seribu enam, kalau enggak percaya tanya toko sebelah" sebuah Maha Karya LIngkar Pena Pubishing House yang di tulis rame rame oleh Iwok Abqary cs.

nah, salah satu cerpennya ada yang berjudul 'Kiamat Pulsa' karya Taufan E. Prast. di ending ceritanya di ceritakan Uki yang sedang ngobral dagangannya, "Lima ribu tiga.. Lima ribu tiga..! sepuluh ribu enam.. sepuluh ribu enam.!" kemudian tokoh 'Aku' di cerpen itu heran mendengar lanjutan teriakan Uki, "dua ribu dua belas.. dua ribu dua belas..!" lho, lima ribu dapat tiga, sepuluh ribu dapat enam, kok dua ribu malah dapat selusin. ternyata setelah dihampiri, Uki jualan kaset film 2012.
tokoh 'Aku' pun mengakui kecerdasan Uki.

ada benang merah dari dua kisah di atas, marketing yang dilakukan ibu ibu di atas dan tokoh Uki cukup menarik, dan setidaknya membuat orang tersenyum. banyak cara dalam teknik pemasaran atau marketing. dan saya tak akan membahasnya karena saya bukan ahlinya. contoh lainnya, biasanya pedagang koran akan menarik perhatian pembeli dengan meneriakkan salah satu isi dari koran yang di jualnya. ada juga, baru baru ini saya dengar ada yang promosi dengan mengirim peti mati ke sejumlah kantor media. atau yang membagi bagikan uang dari atas helikopter.

Minggu, 12 Juni 2011

Akar Keterlambatan Kereta Api

suatu hari saya naik Kereta Api Ekonomi jurusan Cicalengka-Padalarang. saat itu saya hendak pergi ke stasiun Bandung, dari sana saya melanjutkan perjalanan dengan Angkot ke kampus. saat itu saya akan sedang UAS.

pengalaman pahit sering saya alami, seperti saat itu, KRD baru saja memasuki Stasiun Rancaekek di jalur tiga. seperti biasa KRD jam pemberangkatan jam 8 dari stasiun Cicalengka, selalu penuh sesak. udah mah penuh, 'dikeueum' di stasiun Rancaekek, untuk menunggu silang dengan kereta api Lodaya.

nah
saat itu, sebelum Lodaya melintas, dari timur masuk kereta api Malabar di jalur satu. saya kira setelah Lodaya melintas, KRD akan melaju seperti biasanya. namun betapa kecewanya seluruh penumpang KRD termasuk saya, KA Malabar yang baru saja datang, tanpa permisi berangkat duluan, alhasil KRD harus menunggu lebih lama lagi.

nasiip.. jadi KA ekonomi, harus mengalah terus. walaupun KA bisnis maupun eksekutif itu telat, di suatu titik rel lagi lagi KA ekonomi yang harus mengalah. efeknya perjalanan KA yang lain ikut telat termasuk KA ekonomi yang biasa saya naiki, KRDE Bandung Raya.
alangkah baiknya jika KA bisnis maupun eksekutif telat. ya telat aja, jangan ngambil jalan KA lain yang enggak telat.

dan nampaknya hal yang saya alami di atas tak akan terulang lagi, jika saja antara stasiun Kiara Condong sampai stasiun Cicalengka ada dua atau lebih, jalur Kereta.

walau sepahit apapun kenyataan yang harus saya alami selama menaiki KRDE Bandung Raya, saya tetap berterimakasih kepada PT KAI, karena belum menaikkan tarif KRDE Bandung Raya, setidaknya sampai tulisan ini di ketik, karcis Bandung-Cicalengka masih Rp. 1000.

Cirenk plus plus..


Jika di tanya cemilan khas Sunda favoritku apa, tentu kata pertama yang ku sebut adalah cireng, aci di goreng. Ngomong ngomong cireng, aku mengalami pengalaman unik bersama ketiga sahabatku semasa mengemban amanah mengurus rohis SMA dahulu kala.
Siang itu, masih dengan seragam putih abu abu di badan. Aku, Nandar, Iyay dan Ferdy sedikit ‘menganggur’, di kejutkan oleh debat antara Nandar dan Ferdy. Ferdy menemukan sebuah benda halus berwarna putih seperti terigu sisa anak anak mendesain panggung acara rohis kemarin lusa.
Nandar yakin jika serbuk putih itu Aci, sehingga Ferdy pun berniat membuat cireng, namun Ferdy agak ragu, Sedang Nandar pun keukeuh dengan pendapatnya.
Akhirnya setelah aku dan Iyay menonton perdebatan sengit itu, kami pun memutuskan dan mulai segera menyiapkan peralatan yang di butuhkan untuk membuat cireng.
Pertama kali, dengan air secukupnya dari galon serta garam secukupnya. Kami pun mulai membuat adonan Cireng.
Selanjutnya, kami agak kebingungan mau di masak di mana, mau di masak di luar takut ketahuan penjaga sekolah kami saat itu, Mang Aan yang sebenarnya cukup dekat dengan kami dan anak anak rohis lainnya.
Akhirnya keputusan yang gokil pun terlaksana, di dalam sekretariat DKM, dengan kompor yang menyala dan di atasnya sebuah katel berisi beberapa tetes minyak goreng, kami pun mulai menggoreng adonan cireng yang telah kami buat.
Begitu satu cireng yang lebarnya Masya Allah itu matang, dalam sekejap langsung habis di makan kami bertiga, sampai pada cireng selanjutnya matang, baru kami sadari efek menggoreng di dalam sekretariat DKM.
Kami terbatuk batuk dikelilingi asap hitam, dengan segera kami pun membuka pintu sedikit dan membuka semua jendela.
Alhasil, cireng ke dua gosong sebagian, membuatnya tak langsung habis. Saat penggorengan cireng selanjutnya, tiba tiba mang Aan terlihat menghampiri Masjid dan Sekretariat DKM yang berada tepat di samping masjid. Sontak kami pun kaget dan dengan terburu buru segera menutup kembali semua jendela dan pintu, untuk mengalihkan perhatian mang Aan, Nandar berinisiatif menghampiri mang Aan.
Tak lama kemudian, mang Aan pun pergi dengan sendirinya. Fyuhh..!