Jika di tanya cemilan khas Sunda favoritku apa, tentu kata pertama yang ku sebut adalah cireng, aci di goreng. Ngomong ngomong cireng, aku mengalami pengalaman unik bersama ketiga sahabatku semasa mengemban amanah mengurus rohis SMA dahulu kala.
Siang itu, masih dengan seragam putih abu abu di badan. Aku, Nandar, Iyay dan Ferdy sedikit ‘menganggur’, di kejutkan oleh debat antara Nandar dan Ferdy. Ferdy menemukan sebuah benda halus berwarna putih seperti terigu sisa anak anak mendesain panggung acara rohis kemarin lusa.
Nandar yakin jika serbuk putih itu Aci, sehingga Ferdy pun berniat membuat cireng, namun Ferdy agak ragu, Sedang Nandar pun keukeuh dengan pendapatnya.
Akhirnya setelah aku dan Iyay menonton perdebatan sengit itu, kami pun memutuskan dan mulai segera menyiapkan peralatan yang di butuhkan untuk membuat cireng.
Pertama kali, dengan air secukupnya dari galon serta garam secukupnya. Kami pun mulai membuat adonan Cireng.
Selanjutnya, kami agak kebingungan mau di masak di mana, mau di masak di luar takut ketahuan penjaga sekolah kami saat itu, Mang Aan yang sebenarnya cukup dekat dengan kami dan anak anak rohis lainnya.
Akhirnya keputusan yang gokil pun terlaksana, di dalam sekretariat DKM, dengan kompor yang menyala dan di atasnya sebuah katel berisi beberapa tetes minyak goreng, kami pun mulai menggoreng adonan cireng yang telah kami buat.
Begitu satu cireng yang lebarnya Masya Allah itu matang, dalam sekejap langsung habis di makan kami bertiga, sampai pada cireng selanjutnya matang, baru kami sadari efek menggoreng di dalam sekretariat DKM.
Kami terbatuk batuk dikelilingi asap hitam, dengan segera kami pun membuka pintu sedikit dan membuka semua jendela.
Alhasil, cireng ke dua gosong sebagian, membuatnya tak langsung habis. Saat penggorengan cireng selanjutnya, tiba tiba mang Aan terlihat menghampiri Masjid dan Sekretariat DKM yang berada tepat di samping masjid. Sontak kami pun kaget dan dengan terburu buru segera menutup kembali semua jendela dan pintu, untuk mengalihkan perhatian mang Aan, Nandar berinisiatif menghampiri mang Aan.
Tak lama kemudian, mang Aan pun pergi dengan sendirinya. Fyuhh..!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar